Minggu, 04 Desember 2016

MARI KITA BANTU



Top of Form
Bottom of Form




Malam ini saya menangis di dalam hati, hati kecil saya mendadak bisu dan perih ini masih tersisa di setiap jari-jari saya menekan tombol keybord di laptop butut ini. Sembari diiringi musik dari Tulus - Monokrom menambah sedih ini semakin menjadi-jadi. Tidak mau mengulang kesalahan yang beberapa minggu lalu kami (I and fiancee) lakukan. Sebelum masuk cerita inti saya mau cerita dulu beberapa minggu yang lalu kami makan di restoran Jepang di daerah Gejayan Jogja, sebelum makanan kami di antar ada seorang Ibu-ibu yang usianya kurang lebih 60 tahun datang menghampiri kami yang kebetulan kami memilih tempat di dekat parkiran karena di dalam sudah penuh. "Den sedoso ewu mawon den,,," kata Ibu itu dengan penuh harap. Ibu itu adalah penjual pisang molen yang daganganya di jual secara keliling dengan membawa tenggok ditaruh belakang sama persis dengan Ibu-ibu penjual jamu. Dengan rasa ragu dan dengan kedua telapak tangan saling bersentuhan saya menolak tawaran Ibu itu sampai dua kali. Bukan tanpa alasan, dalam pikiran saya sedang makan pasti nanti kenyang kebetulan juga ada roti di rumah yang belum sempat saya makan. Setelah memastikan kalau saya menolak tawaran Ibu itu, maka beliau bergegas menawarkan daganganya ke calon pembeli lain. Sungguh membuat saya merasa menyesal, orang di belakang saya justru membeli pisang molen yang di jual Ibu itu. Setelah pulang ke rumah kita masing-masing, kami membahas penyesalan kami yang tidak membeli pisang molen yang ditawarkan ibuk tadi. Kami pun sepakat untuk mencari Ibu itu di sepanjang jalan gejayan pada hari berikutnya. Sampai tiga hari setelah kejadian itu saya sendiri mencari Ibu itu dan tidak berhasil ketemu sampai sekarang.

Tidak mau mengulang kejadian yang membekas seperti kemarin. Tidak sengaja kami mampir di Minimarket Gedung kuning, terlihat Nenek usia sekitar 70 tahun menggelar dagangan di emper minimarket tanpa menggunakan alas. Dalam hati kecil sakit hati ini dipaksa melihat fenomena yang jauh dari kata layak. Kami pun menghampiri dan membeli dagangannya, kami tidak tahu kira-kira apa yang pantas untuk kami berikan untuk si Nenek yang penuh semangat berjualan, malam dan tetesan air hujan sama sekali tidak melunturkan niat si nenek untuk jualan. Belum sempat menanyakan nama beliau (karena beliau nampaknya sudah agak susah di ajak komunikasi) , kami pun hanya mengambil gambar nenek tersebut dengan maksud ingin membantu untuk memasarkan dagangan beliau (lewat tulisan ini). Kami sadar, bukan materi yang kami ingin berikan toh kami juga gak punya cukup uang juga.
Teman-teman yang membaca blog saya, tolong jika kita masih muda bisa berbuat banyak mari kita berbuat apa yang mampu kita kerjakan untuk membantu orang lain. Mungkin hanya sepele, tapi saya yakin itu akan berdampak besar bagi orang yang kita bantu. Belajar dari kejadian kemarin, saya merasa sedih dan sekaligus bangga. Karena apa, ya karena ada nenek-nenek dan ibuk-ibuk yang umur mereka sudah tidak muda lagi tetapi punya semangat dan naluri yang sangat positif demi bertahan hidup, coba kita bayangkan misal orang-orang tersebut adalah keluarga kita, nenek kita bahkan ibuk kandung kita. Apa yang bisa kita perbuat? Apa yang bisa kita ubah agar orang-orang hebat tersebut bisa terus berjualan dan survive?. Yuk kita bantu untuk membeli dagangan mereka. Sepanjang jalan Gejayan Jogja ibuk penjual pisang molen biasa menawarkan daganganya dan sampai sekarang belum pernah lagi saya ketemu dan di emperan Indomaret Gedung Kuning Jogja kalian kalau beruntung bisa ketemu dengan nenek hebat yang menjual daganganya di emperan Indomaret. Semoga kalian beruntung dan bisa berbagi dengan bantuan kalian, apapun itu saya yakin kalian pasti di tunggu.